Indonesiaku Indah dan Blitar termasuk di dalamnya
Home » » BUDAYA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH

BUDAYA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH

Written By Assadena Cahya Kusumardani on Senin, 09 Mei 2016 | 01.06.00

BUDAYA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH

 

"SIRAMAN GONG KYAI PRADAH" adalah salah satu tradisi wilayah Blitar yang telah mengakar di wilayah Blitar selatan. Dari tahun ke tahun, tepatnya setiap penanggalan Maulud yang notabene bertepatan dengan Pringatan Hari Keagamaan Maulud Nabi Muhammad SAW atau tanggal 12 Rabiul Awwal dan 1 Syawal, masyarakat Lodoyo menggelar tradisi Siraman Gong Kyai Pradah. Gong Kyai Pradah berlokasi di Sutojayan-Kab Blitar. Tradisi ini telah diperingati secara turun temurun oleh masyarakat Sutojayan sebagai kelahiran "Kota Lodoyo".

Gong Kyai Pradah adalah satu di antara pusaka peninggalan Sunan Amangkurat Mas (Pangeran Prabu) dari Kartasura. Kedatangan Pangeran Prabu ke wilayah Blitar adalah karena menjalani hukuman pengasingan dari ayahandanya, Pakubuwana I. Pada saat itu wilayah Lodoyo masih merupakan hutan lebat yang angker. Kemudian Pangeran Prabu mulai membangun peradaban di sana, sehingga berangsur-angsur tempat itu mulai dipadati penduduk. Suatu hari Pangeran Prabu berpesan kepada masyarakat agar selalu memandikan pusaka peninggalannya tersebut setiap 12 Rabiul Awwal yang juga bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad. Pangeran Prabu meninggalkan pusaka berupa sebuah gong untuk masyarakat Lodoyo dan di tempat lain yaitu Desa Kebonsari, beliau meninggalkan beberapa wayang krucil dan gamelan.

Penamaan "Kyai Pradah" didapat dari cerita yang melegenda tentang kedatangan segerombolan harimau saat gong pusaka itu ditabuh tujuh kali oleh abdi kinasih Sang Prabu yaitu Ki Amat Tariman. Konon ia sempat terpisah dari Sang Prabu di belantara, kemudian ia menabuh gong supaya Sang Prabu dapat mendengar dan menemukannya. Alih-alih datangnya Sang Prabu, justru segerombolan macan yang datang. Namun macan-macan itu tidak mengganggu, dan justru menjaga Ki Amat Tariman. Oleh karena itu pusaka yang awalnya bernama Kyai Bicak ini disebut sebagai Kyai Macan atau Mbah Pradhah.

Upacara pemandian Gong Kyai Pradah dilakukan oleh para tokoh dan jajaran Pemerintah Kabupaten Blitar. Satu persatu para tokoh memandikan gong besar tersebut dengan air kembang setaman. Masyarakat sekitar berjejalan dan berebut air bekas cucian gong karena mereka percaya bahwa air tersebut membawa berkah, antara lain: menyembuhkan penyakit, awet muda, mententeramkan hati, hingga membawa keberuntungan. Tidak hanya masyarakat lokal, tamu-tamu dari berbagai wilayah di luar Blitar tidak ingin ketinggalan percikan air bekas cucian gong tersebut.Upacara Siraman Gong Kyai Pradah telah ditetapkan sebagai salah satu ikon wisata budaya Kabupaten Blitar.


SHARE

About Assadena Cahya Kusumardani

0 komentar :

Posting Komentar