GUA EMBULTUK
Dengan
semangat pagi aku pergi ke kampus dengan mengenakan seragam kerjaku dengan
tujuan langsung bisa meluncur ke outlet setelah ngampus. Sebenarnya sih tidak
ada kuliah, cuma niat mau sarapan ke kantin sambil menikmati es teh manis Bu
Gono. Setelah selesai, aku berniat jalan ke arah parkiran melewati Joglo di
tengah fakultas. Eh,
ketemu sama mas Hendi, kakak tingkat di jurusan serta teman di Perindu Purnama.
Dia tanya apa aku nanti sore ikut acara caving di Blitar. Aku jadi teringat,
tentang sms teman yang mengajak caving. Bingung antara kerja dengan caving.
Akhirnya, setelah dikompor-kompori sama mas Hendi, akhirnya ku menelepon outlet
untuk ijin tidak masuk kerja.
Setelah
packing sana-sini, kami siap berangkat naik motor menuju ke stasiun Wonokromo.
Kawan-kawan yang berangkat adalah aku, mas Nanda, mas Mal, Kris, Oktari, Joyo,
dan mas Hendi. Sesampainya di stasiun, ternyata tiket kereta api telah habis.
Alhasil, kami memutuskan meluncur ke Terminal Purabaya alias Bungurasih untuk
menempuh perjalanan menggunakan bus. Mungkin, cuman aku yang paling keberatan
untuk naek bus karena aku sedikit tidak terbiasa alias bisa mabok darat,
muntah-muntah jika naik bus.
Tapi,
kawan-kawan berusaha menghiburku untuk bisa naik bus dan memutuskan kita
transit di Malang dulu baru meluncur ke Blitar agar aku tidak jenuh di bus
kelamaan. Bungurasih sore ini, kita makan soto ayam dulu sebelum berangkat.
Setelah itu habis maghrib, kami menaiki bus dengan tujuan Malang.
Perjalanan
malam yang cepat selama 2 jam, tanpa membeli tiket di terminal melainkan
memilih membayar langsung 10 ribu ke kenek bus, kami sampai di Malang. Transit
di Malang, kami luangkan waktu buat santai ngopi dan makan gorengan. Sekitar
satu jam, kami melanjutkan perjalanan ke Blitar. Perjalanan
malam menggunakan bus, tak terasa sekitar pukul 01.00 kami sampai di Terminal
Patria Blitar. Menu late-dinner adalah soto babat di depan terminal. Sekitar
pukul 02.40 kami berjalan ke dalam terminal dan memutuskan untuk bermalam di
depan emperan toko, di dalam terminal Patria Blitar. Ya, ini pertama kalinya
aku tidur di emperan toko terminal.
Paginya
sekitar jam 7 kita bersiap ke tempat tujuan caving kita yaitu Gua Embultuk.
Kita menyewa angkutan umum untuk menuju ke sana. Tawar-menawar kita dapat harga
sewa Rp 150 ribu PP. Perjalanan mobil menanjak ke daerah pegunungan ditempuh
sekitar 2 jam perjalanan. Supir angkotnya rock n roll banget. Dengan
medan jalan berbatu dan aku duduk di depan di samping pak sopir rasanya seperti
naik roller coaster. Tegang dan speechless. Di perjalanan, kami juga sempat
bertanya penduduk setempat tentang keberadaan Gua Embultuk.
Di
Desa Tumpakkepuh, kecamatan Bakung, arah selatan Kota Blitar dengan jarak
sekitar 40 km, itulah lokasi yang kami tuju. Sekitar pukul 9 pagi, akhirnya
kita sampai di lokasi gua. Jalanan aspal yang rusak yang kami lewati menuju
gua. Waktu
kami tiba tak ada satupun pengunjung, bahkan tak ada karcis masuk, tukang
parkir bahkan penjual. Kawasan wisata yang tak terurus. Di sana, kami didatangi
oleh mas-mas penduduk situ dan menawarkan diri untuk memandu kami memasuki gua.
Akhirnya, tercapai kesepakatan harga Rp 30 ribu/guide+lampu.
Kami
menyewa dua orang. Kami bersiap, berganti pakaian dan aku menyadari tidak
membawa celana pendek. Akhirnya pak bos berbaik hati meminjami aku celana
pendeknya. Sekitar pukul 09.30 kami mulai memasuki gua. Kita langsung memasuki
air kedalaman sepinggang orang dewasa. Bagi
diriku yang agak parno gelap dan air, karena tidak bisa berenang, lumayan
harap-harap cemas memasuki gua. Tapi Bismillah saja deh. Begitu masuk gua, kita
disambut dengan stalagmit dan stalagtit yang mempesona. Bebatuan yang cukup
tajam menusuk-nusuk kaki mewarnai perjalanan dan kesalahanku tidak memakai alas
kaki.
Alhasil
berjalan menyusuri gua dengan kaki menahan sakit. Sepanjang jalan dialiari air
dari mulai sepinggang orang dewasa, semata kaki, sedengkul, sedada sampai lebih
dari 2 meter kedalaman air. 2 Meter ini yang tak ku tahu. Dan ini jadi surprise
tersendiri buatku yang tidak bisa berenang. Perjalanan
hampir 1 jam saat menghadapi medan air dengan kedalaman lebih dari 2 meter. Ada
tambang yang bisa digunakan pegangan untuk menyebrang. Dengan perlahan dan
lompat di dalam air sambil pegangan pada tambang ku mulai menyeberanginya. Di
belakangku, ada Kris yang juga tidak bisa berenang.
Karena
tergopoh-gopoh dan sandal jepit yang dipinjami mas Putrilepas, aku panik dan
terlepas dari pegangan. Tanganku menggapai segala yang bisa kuraih sebagai
pegangan dan aku berhasil menggaet leher Kris. Kami berdua pun tenggelam karena
sama-sama tak bisa berenang. Akhirnya
kepanikan kami pun hilang, setelah Joyo dan pak Bos menyelamatkan kami.
Sampailah kami di seberang. Betapa sebalnya aku saat liat yang lain pada asyik
berenang. Muncul tekad kuat pokoknya aku harus belajar berenang.
Kami
pun beristirahat setelah 1 jam menyusuri gua. Suguhan stalagmit dan stalagtit
yang begitu indah memanjakan mata. Sayang sekali kami hanya bawa kamera saku
jadi dapat gambar tidak maksimal. Ada roti dan air mineral yang menjadi
pelengkap di dalam gua, berasa sedang kemping saja. Sedikit berfoto ria bersama
kawan-kawan, kami memutuskan kembali ke mulut gua.
Kami
tidak memutuskan melanjutkan perjalanan karena mas pemandu bilang semakin masuk
dalam gua, oksigen semakin menipis sedangkan kita tidak membawa alat bantu
pernafasan dan peralatan yang memadai. Dan konon, ujung gua tersebut langsung
tembus ke pantai selatan. Kembali
ke mulut gua berarti mesti melewati 'nightmare' alias air dengan kedalaman
lebih dari 2 meter. Alhamdulillah, aku berhasil melewatinya tanpa tenggelam
lagi. Rasanya ingin berlama-lama di dalam gua. Indah bebatuan, air jernih
seolah menyihir kami. Tapi sayang bahan bakar lampu petromax terbatas, jadi
kami tak bisa berlama-lama.
Sekitar
pukul 11.30 kami telah sampai di mulut gua. Jika nanti caving lagi, aku tidak
boleh lupa bawa sandal yang layak, head lamp, tambang (jika diperlukan), alat
bantu pernapasan, obat-obatan dan yang paling penting aku harus sudah bisa
berenang. Kami beristirahat sejenak, berganti baju dan bersiap ke tujuan kami
selanjutnya, yaitu Pantai Pangi.Sedikit
pesan buat PemKab Blitar yang terhormat, ada surga tersembunyi yang harus Anda
jaga, rawat, dan lestarikan. Sayang sekali jika itu semua terlantar. Semangat
Visit Jatim, Pesona Blitar!
About
Assadena Cahya Kusumardani
0 komentar :
Posting Komentar