Indonesiaku Indah dan Blitar termasuk di dalamnya
Home » » GUA EMBULTUK

GUA EMBULTUK

Written By Assadena Cahya Kusumardani on Senin, 16 Mei 2016 | 10.52.00

GUA EMBULTUK 

Dengan semangat pagi aku pergi ke kampus dengan mengenakan seragam kerjaku dengan tujuan langsung bisa meluncur ke outlet setelah ngampus. Sebenarnya sih tidak ada kuliah, cuma niat mau sarapan ke kantin sambil menikmati es teh manis Bu Gono. Setelah selesai, aku berniat jalan ke arah parkiran melewati Joglo di tengah fakultas. Eh, ketemu sama mas Hendi, kakak tingkat di jurusan serta teman di Perindu Purnama. Dia tanya apa aku nanti sore ikut acara caving di Blitar. Aku jadi teringat, tentang sms teman yang mengajak caving. Bingung antara kerja dengan caving. Akhirnya, setelah dikompor-kompori sama mas Hendi, akhirnya ku menelepon outlet untuk ijin tidak masuk kerja.

Setelah packing sana-sini, kami siap berangkat naik motor menuju ke stasiun Wonokromo. Kawan-kawan yang berangkat adalah aku, mas Nanda, mas Mal, Kris, Oktari, Joyo, dan mas Hendi. Sesampainya di stasiun, ternyata tiket kereta api telah habis. Alhasil, kami memutuskan meluncur ke Terminal Purabaya alias Bungurasih untuk menempuh perjalanan menggunakan bus. Mungkin, cuman aku yang paling keberatan untuk naek bus karena aku sedikit tidak terbiasa alias bisa mabok darat, muntah-muntah jika naik bus.

Tapi, kawan-kawan berusaha menghiburku untuk bisa naik bus dan memutuskan kita transit di Malang dulu baru meluncur ke Blitar agar aku tidak jenuh di bus kelamaan. Bungurasih sore ini, kita makan soto ayam dulu sebelum berangkat. Setelah itu habis maghrib, kami menaiki bus dengan tujuan Malang.

Perjalanan malam yang cepat selama 2 jam, tanpa membeli tiket di terminal melainkan memilih membayar langsung 10 ribu ke kenek bus, kami sampai di Malang. Transit di Malang, kami luangkan waktu buat santai ngopi dan makan gorengan. Sekitar satu jam, kami melanjutkan perjalanan ke Blitar. Perjalanan malam menggunakan bus, tak terasa sekitar pukul 01.00 kami sampai di Terminal Patria Blitar. Menu late-dinner adalah soto babat di depan terminal. Sekitar pukul 02.40 kami berjalan ke dalam terminal dan memutuskan untuk bermalam di depan emperan toko, di dalam terminal Patria Blitar. Ya, ini pertama kalinya aku tidur di emperan toko terminal.

Paginya sekitar jam 7 kita bersiap ke tempat tujuan caving kita yaitu Gua Embultuk. Kita menyewa angkutan umum untuk menuju ke sana. Tawar-menawar kita dapat harga sewa Rp 150 ribu PP. Perjalanan mobil menanjak ke daerah pegunungan ditempuh sekitar 2 jam perjalanan. Supir angkotnya rock n roll banget. Dengan medan jalan berbatu dan aku duduk di depan di samping pak sopir rasanya seperti naik roller coaster. Tegang dan speechless. Di perjalanan, kami juga sempat bertanya penduduk setempat tentang keberadaan Gua Embultuk.

Di Desa Tumpakkepuh, kecamatan Bakung, arah selatan Kota Blitar dengan jarak sekitar 40 km, itulah lokasi yang kami tuju. Sekitar pukul 9 pagi, akhirnya kita sampai di lokasi gua. Jalanan aspal yang rusak yang kami lewati menuju gua. Waktu kami tiba tak ada satupun pengunjung, bahkan tak ada karcis masuk, tukang parkir bahkan penjual. Kawasan wisata yang tak terurus. Di sana, kami didatangi oleh mas-mas penduduk situ dan menawarkan diri untuk memandu kami memasuki gua. Akhirnya, tercapai kesepakatan harga  Rp 30 ribu/guide+lampu.

Kami menyewa dua orang. Kami bersiap, berganti pakaian dan aku menyadari tidak membawa celana pendek. Akhirnya pak bos berbaik hati meminjami aku celana pendeknya. Sekitar pukul 09.30 kami mulai memasuki gua. Kita langsung memasuki air kedalaman sepinggang orang dewasa. Bagi diriku yang agak parno gelap dan air, karena tidak bisa berenang, lumayan harap-harap cemas memasuki gua. Tapi Bismillah saja deh. Begitu masuk gua, kita disambut dengan stalagmit dan stalagtit yang mempesona. Bebatuan yang cukup tajam menusuk-nusuk kaki mewarnai perjalanan dan kesalahanku tidak memakai alas kaki.

Alhasil berjalan menyusuri gua dengan kaki menahan sakit. Sepanjang jalan dialiari air dari mulai sepinggang orang dewasa, semata kaki, sedengkul, sedada sampai lebih dari 2 meter kedalaman air. 2 Meter ini yang tak ku tahu. Dan ini jadi surprise tersendiri buatku yang tidak bisa berenang. Perjalanan hampir 1 jam saat menghadapi medan air dengan kedalaman lebih dari 2 meter. Ada tambang yang bisa digunakan pegangan untuk menyebrang. Dengan perlahan dan lompat di dalam air sambil pegangan pada tambang ku mulai menyeberanginya. Di belakangku, ada Kris yang juga tidak bisa berenang.

Karena tergopoh-gopoh dan sandal jepit yang dipinjami mas Putrilepas, aku panik dan terlepas dari pegangan. Tanganku menggapai segala yang bisa kuraih sebagai pegangan dan aku berhasil menggaet leher Kris. Kami berdua pun tenggelam karena sama-sama tak bisa berenang. Akhirnya kepanikan kami pun hilang, setelah Joyo dan pak Bos menyelamatkan kami. Sampailah kami di seberang. Betapa sebalnya aku saat liat yang lain pada asyik berenang. Muncul tekad kuat pokoknya aku harus belajar berenang.

Kami pun beristirahat setelah 1 jam menyusuri gua. Suguhan stalagmit dan stalagtit yang begitu indah memanjakan mata. Sayang sekali kami hanya bawa kamera saku jadi dapat gambar tidak maksimal. Ada roti dan air mineral yang menjadi pelengkap di dalam gua, berasa sedang kemping saja. Sedikit berfoto ria bersama kawan-kawan, kami memutuskan kembali ke mulut gua.

Kami tidak memutuskan melanjutkan perjalanan karena mas pemandu bilang semakin masuk dalam gua, oksigen semakin menipis sedangkan kita tidak membawa alat bantu pernafasan dan peralatan yang memadai. Dan konon, ujung gua tersebut langsung tembus ke pantai selatan. Kembali ke mulut gua berarti mesti melewati 'nightmare' alias air dengan kedalaman lebih dari 2 meter. Alhamdulillah, aku berhasil melewatinya tanpa tenggelam lagi. Rasanya ingin berlama-lama di dalam gua. Indah bebatuan, air jernih seolah menyihir kami. Tapi sayang bahan bakar lampu petromax terbatas, jadi kami tak bisa berlama-lama.

Sekitar pukul 11.30 kami telah sampai di mulut gua. Jika nanti caving lagi, aku tidak boleh lupa bawa sandal yang layak, head lamp, tambang (jika diperlukan), alat bantu pernapasan, obat-obatan dan yang paling penting aku harus sudah bisa berenang. Kami beristirahat sejenak, berganti baju dan bersiap ke tujuan kami selanjutnya, yaitu Pantai Pangi.Sedikit pesan buat PemKab Blitar yang terhormat, ada surga tersembunyi yang harus Anda jaga, rawat, dan lestarikan. Sayang sekali jika itu semua terlantar. Semangat Visit Jatim, Pesona Blitar!  

SHARE

About Assadena Cahya Kusumardani

0 komentar :

Posting Komentar